Soal Kinerja Mentan, Ekonom Sayangkan Penilaian Gegabah GAPMII
By Abdi Satria
nusakini.com-Jakarta- Penilaian organisasi GAPMII yang menilai kinerja menteri dari sisi koordinasi dinilai janggal. GAPMII dinilai obyektif dalam memberikan gambaran ihwal 'skuad' Kabinet Kerja Jokowi-JK.
Salah satu yang mencolok soal penempatan Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman. Menurut GAPMII, Amran dinilai gagal, sama seperti halnya Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukito.
"Faktanya, Mentan selama 5 tahun terakhir ini bisa dikatakan sebagai menteri yang berhasil," ujar Ekonom Institut Pertanian Bogor (IPB), Prima Gandhi SP dalam keterangannya di Bogor, Jawa Barat, Selasa (27/5).
Gandhi menjelaskan bahwa persoalan koordinasi antar Kementerian telah diatur negara dalam Inpres 7/2017 tentang Pengambilan, Pengawasan, dan Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di tingkat Kementerian Negara dan Lembaga Pemerintahan.
Dalam Inpres tersebut permasalahan koordinasi antar Kementerian wajib selesai di level Rapat Terbatas Kementerian Kordinasi. Kementerian Pertanian dan Perdagangan dibawah Menko Perekonomian.
"Jika mengunakan logika strukturalis maka Menko Perekonomian yang berkinerja kurang baik. Karena tidak maksimal mengkordinasikan 2 Kementerian dalam forum Rapat Terbatas dll," beber dia.
Gandhi menegaskan bahwa Kemenko Perekonomian harusnya bisa menyelesaikan sinkronisasi di tingkat pendataan antar 2 kementerian tersebut. Sebab miss data antar kementerian iniyang kerap jadi pemicu " kericuhan "antar dua kementerian di publik .
"Contohnya Kementan ingin swasembada tercapai sedangkan kementerian perdagangan ingin tidak ada gejolak harga di pasar," jelas Gandi.
Secara teori hal ini sering kontradiktif dalam tataran kebijakan praktis di lapangan.
Contoh misalnya, muncul dari kebijakan Kementerian Perdagangan yang membuka keran izin impor beras menjelang panen.
Di sisi lain, Kementerian Pertanian menyayangkan kebijakan terbitnya izin impor tersebut. Alasannya dapat merusak harga di pasar, terlebih menjelang panen.
Pasca pemilu presiden, sebaiknya jika ingin memberikan penilaian kepada menteri, pihak pihak menggunakan parameter terukur, akurat dan obyektif.
"Contohnya seperti target kinerja atau efisiensi kebijakan yang dibuat kementerian terhadap tupoksi yang di berikan Presiden," cetus Gandhi.
Pentingnya Lembaga Pangan Nasional
Sebagai solusi masalah sinkronisasi data pangan antar kementerian pemerintah harus membentuk lembaga pangan nasional sesuai amanat UU Pangan.
Dijelaskan Gandhi, poin penting UU Pangan adalah adanya lembaga yang mempunyai otoritas kuat untuk mengkoordinasikan berbagai kebijakan dan program terkait pangan. Hal ini termaktub pada pasal 126, 127, 128 dan 129.
"Dalam pasal tersebut bahwa lembaga ini berada di bawah kordinasi dan bertanggung jawab langsung kepada presiden," kata mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam itu.
Keberadaan lembaga ini harus diwujudkan secepatnya, mengingat posisi strategis karena menjadi sumber seluruh data pangan untuk pembuatan kebijakan pangan.
Terlebih, dalam pasal 151 UU Pangan, lembaga pemerintah yang menangani bidang Pangan sebagaimana dimaksud harus terbentuk paling lambat 3 tahun sejak undang-undang diterbitkan.
Sudah 4 tahun pemerintah abai terhadap UU Pangan, karena faktanya hingga kini lembaga pangan nasional belum terbentuk. Masyarakat sebagai civil society harus menuntut pembentukan lembaga ini.
Gandhi berharap keberadaan lembaga ini bisa menghindari benturan kepentingan dan ego sektoral kementerian, terkait data komoditas pengan karena lembaga ini independen tanpa vested interest.
Kedua , melaksanakan pengadaan, produksi, penyimpanan, hingga distribusi pangan lebih efektif efisien.
"Terakhir adalah menjamin konsumen dari melonjaknya harga pangan dan melindungi produsen (petani) dari rendahnya harga produk pangan," pungkasnya. (p/eg)